Jika
sahabat pernah membaca kebudayaan-kebudayaan dan
peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di Sulawesi Selatan, tentu
sahabat tahu tentang “Sure’ Lagaligo”. Sure’ Lagaligo atau kitab
Lagaligo ini merupakan karya sastra terpanjang di Dunia yang mengalahkan
Ramayana dan Mahabarata dengan panjang sekitar 300 ribu baris.
Sayangnya naskah asli kitab ini tersimpan di Perpustakaan Universitas
Leiden, Belanda karena alasan ilmiah mengingat suhu di Indonesia yagn
tidak cocok dengan naskah-naskah kuno seperti ini.
Dari segi
kebudayaan, ada makanan khas yang disebut “kapurung”. Makanan khas yang
terbuat dari sagu ini, mirip dengan papeda di Papua. Hanya saja,
kapurung dibuat bulat dengan menggunakan sepasang sumpit (istilah org
Palopo/Luwu ‘didui’winking dan dicampur bersama kuah pedis, sayur mayur,
jeruk nipis dan daging ikan, udang atau daging ayam. Makanan ini tidak
perlu dikunyah, tapi langsung ditelan saja, itu sebabnya di Palopo/Luwu,
orang lebih sering menyebutnya “minum
kapurung”. Kalau dikunyah, justru akan terasa hambar, kesulitan, akan
lengket sana sini di ruang mulut. Kapurung menjadi satu dari sekian
banyak menu yang disajikan pada tiap acara-acara orang Palopo selain
masih banyak pilihan menu makanan khas lainnya seperti pacco’, lawa’,
parede, dan lainnya.
Luwu atau Palopo secara umum juga terkenal
dengan buah-buahannya. Durian, langsat, rambutan dan Jeruk. Yang paling
populer adalah duriannya. Karena saking banyaknya durian di daerah ini,
jika musimnya tiba ada pemilik kebun yang hanya mengharuskan seseorang
membayar 20 ribu rupiah saja untuk masuk ke dalam kebun duriannya dan
makan sampai puas (tapi tidak boleh bawa pulang, harus dimakan di
tempat).
Orang jualan buah langsat pun cukup unik, pada
musimnya buah langsat umumnya dijual per pohon, jadi seseorang membeli
buah langsat yang masih ada di pohonnya dan buah pohon itu akan menjadi
milik si pembeli sampai habis.
Selain itu ada 2 jenis buah yang
hanya pernah saya lihat di daerah ini; buah tarra’ (buahnya sekilas
mirip nangka tapi isinya berwarna putih, tidak bergetah dan bijinya
kecil-kecil) dan buah patikala yang biasa digunakan sebagai pengganti
asam jawa, karena buahnya yang konon terasa kecut dan bentuknya yang
unik, sekilas terlihat seperti kelapa sawit.
0 komentar:
Posting Komentar