Unsur
Arsitektur Masjid Tua Palopo ini sangat unik. Ada empat unsur penting
yang bersebati (melekat) dalam konstruksi masjid tua ini, yaitu unsur
lokal Bugis, Jawa, Hindu dan Islam.
Pertama, unsur lokal Bugis.
Unsur ini terlihat pada struktur bangunan masjid secara keseluruhan
yang terdiri dari tiga susun yang mengikuti konsep rumah panggung.
Konsep tiga susun ini juga konsisten diterapkan pada bagian lainnya,
seperti atap dan hiasannya yang terdiri dari tiga susun; tiang penyangga
juga terdiri dari tiga susun, yaitu pallanga (umpak), alliri possi
(tiang pusat) dan soddu; dinding tiga susun yang ditandai oleh bentuk
pelipit (gerigi); dan pewarnaan tiang bangunan yang bersusun tiga dari
atas ke bawah, dimulai dari warna hijau, putih dan coklat.
Kedua, unsur Jawa. Unsur ini terlihat pada bagian atap, yang dipengaruhi
oleh atap rumah joglo Jawa yang berbentuk piramida bertumpuk tiga atau
sering disebut tajug. Dua tumpang atap pada bagian bawah disangga oleh
empat tiang, dalam konstruksi Jawa sering disebut sokoguru. Sedangkan
atap piramida paling atas disangga oleh kolom (pilar) tunggal dari kayu
cinna gori (Cinaduri) yang berdiameter 90 centimeter. Pada puncak atap
masjid, terdapat hiasan dari keramik berwarna biru yang diperkirakan
berasal dari Cina.
Terdapat dua pendapat seputar bentuk atap
Masjid Tua Palopo ini.[3] Yang pertama mengatakan bahwa atap tersebut
mendapat pengaruh dari arsitektur Jawa. Sementara yang kedua menolak
pendapat itu, dengan berargumen bahwa bentuk tersebut merupakan
pengembangan dari konsep lokal masyarakat Sulawesi Selatan sendiri.
Namun demikian, mengingat hubungan antara kedua masyarakat telah
terjalin begitu lama, wajar jika terjadi akulturasi budaya.
Susunan atap pertama dan kedua disangga empat tiang yang terbuat dari
kayu cengaduri, dengan tinggi 8,5 meter dan berdiameter 90 cm. Keempat
tiang tersebut dalam konsep Jawa disebut sokoguru. Sementara itu, atap
paling atas ditopang dengan satu tiang terbuat dari kayu yang sama.
Dalam kearifan lokal Sulawesi Selatan, satu tiang penyangga atap paling
atas yang didukung oleh empat tiang lainnya merefleksikan yang sentral
(wara) dikelilingi oleh unsur-unsur lain di luar yang sentral (palili).
Ketiga, unsur Hindu. Unsur ini terlihat pada denah masjid yang
berbentuk segi empat yang dipengaruhi oleh konstruksi candi. Pada
dinding bagian bawah, terdapat hiasan bunga lotus, mirip dengan hiasan
di Candi Borobudur. Pada dinding bagian atas juga terdapat motif alur
yang mirip dengan hiasan candi di Jawa.
Keempat, unsur Islam.
Unsur ini terlihat pada jendela masjid, yaitu terdapat lima terali besi
yang berbentuk tegak, yang melambangkan jumlah Salat wajib dalam sehari
semalam.
Bangunan
Ukuran bangunan utama Masjid Tua Palopo
yaitu 11,9 m x 11,9 m, tinggi 3,64 m,[3] dengan tebal dinding 0,94 m
yang terbuat dari batu cadas yang direkatkan dengan putih telur.
Denahnya berbentuk segi empat yang agaknya dipengaruhi bentuk denah
candi-candi di Jawa.
Bentuk segi empat pada Masjid Tua Palopo
mengandung makna yang sama dengan bentuk segi empat pada bangunan
pendopo atau candi candi, yakni mengandung makna filosofis dan
fungsional. Yang pertama berarti bahwa bentuk geometri tersebut
sebetulnya. Sedangkan, makna yang kedua melambangkan persamaan dan
kesetaraan siapa saja yang berada di dalamnya.
0 komentar:
Posting Komentar