Masjid
Tua Palopo merupakan masjid peninggalan Kerajaan Luwu yang berlokasi di
kota Palopo, Sulawesi Selatan. Masjid ini didirikan oleh Raja Luwu yang
bernama Datu Payung Luwu XVI Pati Pasaung Toampanangi Sultan Abdullah
Matinroe pada tahun 1604 M. Masjid yang memiliki luas 15 m² ini diberi
nama Tua, karena usianya yang sudah tua. Sedangkan nama Palopo diambil
dari kata dalam bahasa Bugis dan Luwu yang memiliki dua arti, yaitu:
pertama, penganan yang terbuat dari campuran nasi ketan dan air gula;
kedua, memasukkan pasak dalam lubang tiang bangunan. Kedua makna ini
memiliki relasi dengan proses pembangunan Masjid Tua Palopo ini.
Aristektur
Bangunan masjid terletak di tepi jalan, tepatnya di sudut perempatan
jalan. Tidak jauh dari masjid ini berdiri Istana Raja Luwu. Denah masjid
tua Palopo berbentuk bujur sangkar. Ukurannya yaitu 15 × 15 m, sedang
ketebalan dinding mencapai 90,2 cm dan tinggi dinding 3 m dari permukaan
tanah. Ukuran ketinggian seluruhnya dari permukaan tanah sampai ke
puncak atap mencapai 10,80 m.
Masjid menghadap ke timur, pintu
masuk diapit oleh enam buah jendela dengan ukuran lebar 85 cm dan tinggi
117 cm. Setiap pintu pada bagian atasnya agak melengkung (setengah
lingkaran) dan pada puncaknya di sebelah kanan dan kiri terdapat
tonjolan dengan motif daun, sehingga bentuknya seperti pintu bersayap
serta dihiasi dengan huruf Arab.
Dinding sisi utara dan selatan
berisi masing-masing dua buah jendela, sedangkan di sisi barat terdapat
ceruk yang berfungsi sebagai mihrab. Mihrab bagian atas berbentuk
melengkung (setengah lingkaran) dan bagian atas meruncing sehingga
membentuk seperti kubah. Hiasan sekeliling mihrab yaitu daun-daun kecil.
Sebagai pengapit ceruk adalah ventilasi yang berbentuk belah ketupat
dengan komposisi enam buah berjajar dua-dua mengapit ceruk.
Masjid Palopo beratap tumpang tiga seperti masjid-masjid tua di
Indonesia lainnya. Atap tumpang teratas terdapat sebuah mustaka yang
terbuat dari keramik Cina yang diperkirakan jenis Ming berwarna biru.
Mustaka tersebut secara teknis sebagai pengunci puncak atap untuk
menjaga masuknya air, tetapi juga secara filosofis berarti menunjukkan
ke Esaan Tuhan. Atap terbuat dari sirap. Tumpang tengah dan bawah
masing-masing ditopang oleh empat buah pilar (tiang kayu), sedangkan
tumpang paling atas ditopang oleh sebuah tiang utama (soko guru) yang
langsung menopang atap. Soko guru inilah yang disakralkan oleh
orang-orang tertentu, terbuat dari kayu lokal yaitu cinna gori yang
dibentuk secara utuh, dan tampak ditatah dengan ukuran garis tengah 90
cm.
Lantai masjid dari tegel ubin teraso, pengganti ubin asli
yang terbuat dari batu tumbuk. Di dalam ruangan masjid terdapat mimbar
dari kayu dengan atap kala parang atau kulit kerang. Gapura mimbar
berbentuk paduraksa, memiliki hiasan kala makara yang distilir dengan
daun-daunan yang keluar dari kendi. Sebagian masyarakat Luwu beranggapan
bahwa tepat dibawah mimbar terdapat makam Puang Ambe Monte yang berasal
dari Sangalla Tana Toraja. la adalah arsitek yang dipercayakan oleh
Sultan Abdullah untuk membuat dan membangun Masjid Tua Palopo pada tahun
1604.
0 komentar:
Posting Komentar