Senin, 11 Februari 2013

Masjid Tua Palopo merupakan masjid peninggalan Kerajaan Luwu yang berlokasi di kota Palopo, Sulawesi Selatan. Masjid ini didirikan oleh Raja Luwu yang bernama Datu Payung Luwu XVI Pati Pasaung Toampanangi Sultan Abdullah Matinroe pada tahun 1604 M. Masjid yang memiliki luas 15 m² ini diberi nama Tua, karena usianya yang sudah tua. Sedangkan nama Palopo diambil dari kata dalam bahasa Bugis dan Luwu yang memiliki dua arti, yaitu: pertama, penganan yang terbuat dari campuran nasi ketan dan air gula; kedua, memasukkan pasak dalam lubang tiang bangunan. Kedua makna ini memiliki relasi dengan proses pembangunan Masjid Tua Palopo ini.

Aristektur
Bangunan masjid terletak di tepi jalan, tepatnya di sudut perempatan jalan. Tidak jauh dari masjid ini berdiri Istana Raja Luwu. Denah masjid tua Palopo berbentuk bujur sangkar. Ukurannya yaitu 15 × 15 m, sedang ketebalan dinding mencapai 90,2 cm dan tinggi dinding 3 m dari permukaan tanah. Ukuran ketinggian seluruhnya dari permukaan tanah sampai ke puncak atap mencapai 10,80 m.

Masjid menghadap ke timur, pintu masuk diapit oleh enam buah jendela dengan ukuran lebar 85 cm dan tinggi 117 cm. Setiap pintu pada bagian atasnya agak melengkung (setengah lingkaran) dan pada puncaknya di sebelah kanan dan kiri terdapat tonjolan dengan motif daun, sehingga bentuknya seperti pintu bersayap serta dihiasi dengan huruf Arab.

Dinding sisi utara dan selatan berisi masing-masing dua buah jendela, sedangkan di sisi barat terdapat ceruk yang berfungsi sebagai mihrab. Mihrab bagian atas berbentuk melengkung (setengah lingkaran) dan bagian atas meruncing sehingga membentuk seperti kubah. Hiasan sekeliling mihrab yaitu daun-daun kecil. Sebagai pengapit ceruk adalah ventilasi yang berbentuk belah ketupat dengan komposisi enam buah berjajar dua-dua mengapit ceruk.

Masjid Palopo beratap tumpang tiga seperti masjid-masjid tua di Indonesia lainnya. Atap tumpang teratas terdapat sebuah mustaka yang terbuat dari keramik Cina yang diperkirakan jenis Ming berwarna biru. Mustaka tersebut secara teknis sebagai pengunci puncak atap untuk menjaga masuknya air, tetapi juga secara filosofis berarti menunjukkan ke Esaan Tuhan. Atap terbuat dari sirap. Tumpang tengah dan bawah masing-masing ditopang oleh empat buah pilar (tiang kayu), sedangkan tumpang paling atas ditopang oleh sebuah tiang utama (soko guru) yang langsung menopang atap. Soko guru inilah yang disakralkan oleh orang-orang tertentu, terbuat dari kayu lokal yaitu cinna gori yang dibentuk secara utuh, dan tampak ditatah dengan ukuran garis tengah 90 cm.

Lantai masjid dari tegel ubin teraso, pengganti ubin asli yang terbuat dari batu tumbuk. Di dalam ruangan masjid terdapat mimbar dari kayu dengan atap kala parang atau kulit kerang. Gapura mimbar berbentuk paduraksa, memiliki hiasan kala makara yang distilir dengan daun-daunan yang keluar dari kendi. Sebagian masyarakat Luwu beranggapan bahwa tepat dibawah mimbar terdapat makam Puang Ambe Monte yang berasal dari Sangalla Tana Toraja. la adalah arsitek yang dipercayakan oleh Sultan Abdullah untuk membuat dan membangun Masjid Tua Palopo pada tahun 1604.
Post By : Wulan Oktavian

0 komentar:

T I M E

Popular Posts

Labels

Followers

Pengunjung

obrolan

Anak Palopo. Diberdayakan oleh Blogger.
Anak Palopo Community © 2013 Created by Emon Tok