Masuknya Islam dan Munculnya Baju La’bu
Meski ajaran agama Islam sudah mulai menyebar dan dipelajari oleh
masyarakat di Sulawesi sejak abad ke-5, namun secara resmi baru diterima
sebagai agama kerajaan pada abad ke-17.
Pergerakan DII/TII di
Sulawesi juga berpengaruh besar pada perkembangan Baju Bodo saat itu.
Ketatnya larangan kegiatan dan pesta adat oleh DII/TII, membuat Baju
Bodo menjadi asing dikalangan masyarakat Sulawesi Selatan.
Larangan
ini muncul mengingat penerapan syariat Islam yang diusung oleh
pergerakan DII/TII. Tak pelak, pelarangan ini menjadi isu besar
dikalangan para pelaku adat dan agamawan. Dalam ajaran agama Islam
ditegaskan bahwa, pakaian yang dibenarkan adalah pakaian yang menutup
aurat, tidak menampakkan lekuk tubuh dan rona kulit selain telapak
tangan dan wajah. Kontroversi ini kemudian disikapi bijak oleh kerajaan
Gowa, hingga muncullah modifikasi baju bodo yang dikenal dengan nama
Baju La’bu (serupa dengan Baju Bodo, tetapi lebih tebal, gombrang,
panjang hingga lutut).
Gadis remaja memakai Baju La’bu
Perlahan, Baju Bodo/Waju Tokko yang semula tipis berubah menjadi lebih
tebal dan terkesan kaku. Jika pada awalnya memakai kain muslin,
berikutnya baju ini dibuat dengan bahan benang sutera.
Bagi golongan
agamawan, adanya Baju La’bu ini adalah solusi terbaik, tidak melanggar
hukum Islam dan juga tidak menghilangkan nilai adat.
Warna dan Arti
Menurut adat Bugis, setiap warna Waju Tokko yang dipakai oleh perempuan Bugis menunjukkan usia ataupun martabat pemakainya.
Anak dibawah 10 tahun memakai Waju Tokko yang disebut Waju Pella-Pella
(kupu-kupu), berwarna kuning gading (maridi) sebagai pengambaran
terhadap dunia anak kecil yang penuh keriangan. Warna ini adalah analogi
agar sang anak cepat matang dalam menghadapi tantangan hidup.
Umur
10-14 tahun memakai Waju Tokko berwarna jingga atau merah muda. Warna
merah muda dalam bahasa Bugis disebut Bakko, adalah representasi dari
kata Bakkaa, yang berarti setengah matang.
Umur 14-17 tahun, masih
memakai Waju Tokko berwarna jingga atau merah muda, tapi dibuat
berlapis/bersusun dua, hal ini dikarenakan sang gadis sudah mulai tumbuh
payudaranya. Juga dipakai oleh mereka yang sudah menikah tapi belum
memiliki anak.
Umur 17-25 tahun memakai Waju Tokko berwarna merah
darah, berlapis/ bersusun. Dipakai oleh perempuan yang sudah menikah dan
memiliki anak, berasal dari filosofi, bahwa sang perempuan tadi
dianggap sudah mengeluarkan darah dari rahimnya yang berwarna merah.
Umur 25-40 tahun memakai Waju Tokko berwarna hitam.
Waju Tokko berwarna putih digunakan oleh para inang/pengasuh raja atau
para dukun atau bissu. Para bissu memiliki titisan darah berwarna putih,
inilah yang mengantarkan mereka mampu menjadi penghubung dengan Botting
Langi (khayangan), peretiwi (dunia nyata), dan ale kawa(dunia roh).
Mereka dipercaya tidak memiliki alat kelamin, sehingga terlepas dari
kepentingan syahwat.
Para putri raja, bangsawan dan keturunannya
yang dalam bahasa Bugis disebut maddara takku (berdarah bangsawan)
memakai Waju Tokko berwarna hijau. Dalam bahasa Bugis, warna hijau
disebut kudara, yang berasal dari kata na-takku dara-na, yang secara
harfiah berarti “mereka yang menjunjung tinggi harkat kebangsawanannya.”
Waju Tokko berwarna ungu dipakai oleh para janda. Dalam bahasa Bugis,
warna ungu disebut kemummu yang juga dapat berarti lebamnya bagian tubuh
yang terkena pukulan atau benturan benda keras. Dalam pranata sosial
masyarakat Bugis jaman dahulu, menikah dengan seorang janda merupakan
sebuah aib.
Cara Pakai dan Aksesoris
Cara memakai Baju
Bodo/Waju Tokko sangat mudah, layaknya seperti memakai t-shirt. Baju
Bodo/Waju Tokko dikenakan dengan menggunakan bawahan Lipa’ Sa’be (sarung
sutera) yang bermotif kotak-kotak cerah. Lipa’ Sa’be dipakai seperti
memakai sarung yang kadang diperkuat dengan tali atau ikat pinggang agar
tidak melorot.
Beragam motif Lipa’ Sa’be
Pada bagian
pinggang, Baju Bodo/Waju Tokko dibiarkan menjuntai menutupi ujung sarung
bagian atas. Si pemakai biasanya memegang salah satu ujung baju bodo
lalu disampirkan di lengan.
Sebagai aksesoris, ditambahkan
kalung, gelang panjang, anting, dan bando atau tusuk konde di kepala.
Ada pula yang menambahkan bunga sebagai penghias di rambut.
Selain untuk acara adat seperti upacara pernikahan, Baju Bodo/Waju Tokko
saat ini juga dipakai untuk menyambut tamu agung dan acara lainnya
seperti menari.
0 komentar:
Posting Komentar