Baju
Bodo adalah pakaian tradisional perempuan Makassar. Dalam suku Bugis
baju ini disebut Waju Tokko. Baju Bodo berbentuk segi empat, biasanya
berlengan pendek, yaitu setengah atas bagian siku lengan. Dalam bahasa
Makassar, kata “Bodo” berarti pendek.
Baju Bodo atau Waju Tokko,
sudah dikenal oleh masyarakat Sulawesi Selatan sejak pertengahan abad IX
(pen), hal ini diperkuat dari sejarah kain Muslin, kain yang digunakan
sebagai bahan dasar Baju Bodo itu sendiri. Kain Muslin adalah lembaran
kain hasil tenunan dari pilinan kapas yang dijalin dengan benang katun.
Memiliki rongga dan kerapatan benang yang renggang menjadikan kain
Muslin sangat cocok untuk daerah tropis dan daerah beriklim kering.
Kain Muslin (Eropa) atau Maisolos (Yunani Kuno), Masalia (India Timur)
dan Ruhm (Arab), tercatat pertama kali dibuat dan diperdagangkan di kota
Dhaka, Bangladesh, hal ini merujuk pada catatan seorang pedagang Arab
bernama Sulaiman pada abad IX. Sementara
Marco Polo pada tahun 1298 Masehi, dalam bukunya The Travel of Marco
Polo, menjelaskan bahwa kain Muslin itu dibuat di Mosul (Irak) dan
dijual oleh pedagang yang disebut “Musolini”. Uniknya, masyarakat
Sulawesi Selatan sudah lebih dulu mengenal dan mengenakan jenis kain ini
dibanding masyarakat Eropa, yang baru mengenalnya pada abad XVII dan
baru populer di Perancis pada abad XVIII.
Dalam Festival Busana
Nusantara 2007 di Kuta – Bali, perancang busana kenamaan Oscar Lawalata
menegaskan bahwa “Baju Bodo itu adalah salah satu baju tertua di dunia
dan dunia internasional belum mengetahuinya.”
Pada awal munculnya,
Baju Bodo/Waju Tokko, tidaklah lebih dari baju tipis dan longgar
sebagaimana karakter kain Muslin. Tampilannya masih transparan sehingga
masih menampakkan payudara, pusar dan lekuk tubuh pemakainya. Hal ini
diperkuat oleh James Brooke dalam bukunya Narrative of Events,
sebagaimana dikutip oleh Christian Pelras dalam Manusia Bugis, yang
mengatakan:
“Perempuan [Bugis] mengenakan pakaian sederhana… Sehelai
sarung [menutupi pinggang] hingga kaki dan baju tipis longgar dari kain
Muslin (kasa), memperlihatkan payudara dan leluk-lekuk dada.”
Anak gadis memakai Baju Bodo/Waju Tokko di tahun 1930an
Gadis remaja memakai Baju Bodo/Waju Tokko di tahun 1900an
Pada awal abad ke-19, Don Lopez comte de Paris, seorang pembantu setia
Gubernur Jenderal Deandels memperkenalkan penutup dada yang dalam bahasa
Indonesia disebut “Kutang” pada perempuan Jawa, namun sayang kutang ini
belum populer di tanah Bugis-Makassar. Sehingga tidak janggal jika
pada tahun 1930-an, masih banyak ditemui perempuan Bugis-Makassar
memakai Baju Bodo/Waju Tokko tanpa memakai penutup dada.
0 komentar:
Posting Komentar